Selamat Ulang Tahun HUT Bangsa Papua dan HUT Pemerintah West Papua

Dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) West Papua Army (WPA), Sekretariat-Jenderal West Papua Revolutionary Army menyampaikan

Selamat merayakan Hari Ulang Tahun Kebangsaan Papua
1 Desember 1961 – 1 Desember 2023

dan

Selamat Ulang Tahun Pemerintah Sementara
1 Desember 2020 – 1 Desember 2023

Dengan menundukkan kepada tanda hormat kepada Yahweh Elohim, Yesus Kristus sebagai Panglima Mahatinggi Komando Revolusi Semesta Alam Sepanjang Masa, karena atas tuntunan-Nya kita telah melewati waktu-waktu dan kini sedang memasuhi ke era di mana Sang Bintang Fajar semakin menunjukkan cahaya-Nya, menunjukkan arah, visi Green State secara jelas dan pasti, membawa kita pulang ke rumah, tempat di mana Allah maksudkan untuk kita hidup memuliakan Dia selama-lamanya.

Mari kita berdoa, agar bangsa Israel sebagai bangsa Pilihan Yahweh diberikan kekuatan dan kemenangan dalam menghadapi teroris Hamas di negara mereka, tanah leluhur pemberian Yahweh sendiri untuk selama-lamanya berdasarkan Konstitusi Kehidupan Alkitab Kejadian 17:8.

Kepadamu dan kepada keturunanmu akan Kuberikan negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya; dan Aku akan menjadi Allah mereka.”

TB: Alkitab Terjemahan Baru

Mari kita berdoa agar bangsa Papua sebagai bangsa penggenapan Allah di dalam Yesus Kristus mendapatkan kekutan Allah menghadapi donatur Hamas dan negara teroris Indonesia, karena Yesus ada di pihak kita, sesuai dengan janji Konstitusi Allah Kejadian 12:3,

Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.”

TB: Alkitab Terjemahan Baru

Penggenapan berkat-berkat itu dialami lewat pemberitaan Injil, sampai ke ujung bumi, dan dengan bersikap jelas terhadap bangsa Israel:


Tetapi kamu akan menerima kuasa 1 , kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, o dan kamu akan menjadi saksi-Ku 2 p di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria q dan sampai ke ujung bumi. “

Kisah Para Rasul 1: 8

Dalam peringatan HUT kebangsaan dan HUT Pemerintahan Sementara West Papua ini, kami berdoa kira-Nya Tuhan mendengarkan dan mengabulkan doa kami, untuk West Papua merdeka dan berdaulat di luar NKRI dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Salute!

Amunggut Tabi, General WPRA
BRN: A.DF 018676

Sikap Politik/ Pandangan Umum WPA di KTT ULMWP Port Vila, Vanuatu 2023

West Papua Army (WPA)

Komando West Papua Revolutionary Army (WPRA)

Pandangan Umum WPRA affiliasi WPA

Port Vila, Republic of Vanuatu

Date: Agustus 2023

www: westpapuaarmy.com – e: hq@westpapuaarmy.com

Pandangan Umum

Atas nama moyang bangsa Papua, atas nama segenap komunitas makhluk, atas nama tulang-belulang dan atas nama anak-cucu yang akan datang,

Terpujilah nama YAHWEH: Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus.

Atas nama West Papua Revolutionary Army (WPRA), saya, sebagai komando afiliasi dari West Papua Army (WPA) menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Sidang ini atas waktu yang diberikan kepada kami oleh tuan Menteri Pertahanan dan Kemanan ULMWP.

Yang kami hormati, pimpinan dan anggota Komite Lefislatif United Liberation Movement for West Papua (ULWMP),

Yang kami hormati, pimpinan dan anggota Komite Judicatif ULWMP,

Yang kami hormati, pimpinan dan anggota Komite Eksekutif ULWMP,

Yang kami hormati, pimpinan pilar pendiri, organisasi afiliasi, organisasi non-afiliasi dan organisai pendukung.

Yang kami hormati, perwakilan gereja-gereja di West Papua, pimpinan Dewan Adat Papua, utusan pasukan atau perwira komando pertahanan di tanah air serta di pengasingan,

Yang kami hormati, pendiri, organisasi afiliasi, organisasi non-afiliasi dan organisai pendukung,

Yang kami hormati, segenap komunitas makhluk yang kelihatan dan tidak kelihat, yang ada di segenap jagat-raya alam semesta.

Perkenankanlah saya, General Amunggut Tabi, BRN: A.DF 018676, dengan ini menyampaikan pandangan umum terhadap ULMWP secara umum berdasarkan perintah dari Panglima Komando West Papua Army, Chief General Mathias Wenda ditambah pandangan pribadi sebagai Perwira Tinggi dalam WPRA.

Pertama-tama, West Papua Army menyatakan sikap mendukung penuh dan siap mengawal Konstitusi United Liberation Movement for West Papua dan Pemerintah Sementara ULMWP berdasarkan Konstitusi Sementara ULMWP hasil sidang KTTLB tahun 2020 di Port Numbay, West Papua.

Kedua, West Papua Army menyatakan penyesalan sebesar-besarnya atas seluruh tindak-tanduk ULMWP yang mengancam keberlanjutan dan pencapaian cita-cita perjuangan bangsa Papua selama hampir satu abad ini.

Alasan pertama WPA berpandangan bahwa berdemokrasi dalam era revolusi adalah sebuah kecelakaan yang telah mencederai perjuangan bangsa Papua, yang telah mengancam eksistensi komando sayap militer dan sayap politik serga organ-organ perjuangan lain seperti kita sedang saksikan dalam sindang yang terhormat ini. Sulit bagi kita memahami bagaimana memelihara demokrasi dalam era revolusi, bagaimana sebuah bangsa berdemokrasi di era revolusi. Kita sedang memaksakan perkawinan dua makhluk yang speciesnya berbeda, seperti ikan hendak dikawinkan dengan ayam.

Kami berpandangan bahwa dari awal telah terjadi kecelakaan cukup memprihatinkan, dan akibatnya sampai dengan saat ini, pendekatan perjuangan bangsa Papua telah bergeser dari perjuangan yang inclusive, revolusioner dan progressive, menjadi perjuangan yang sangat elitist, exclusive dan demokratis. Dengan kata lain, kita, entah dengan sengaja atau tidak telah mengebiri semangat revolusioner yang progressive dan inclusive. Dengan gembira kita saksikan dalam sidang ini, di mana organisasi perjuangan yang selama ini aktiv di lapanangan tidak diberi hak yang sama, karena mereka tidak berafiliasi dengan tiga pilar pendiri, yaitu PNWP, WPNCL dan NFRPB.

West Papua Army berpandangan sama persis dengan perasaan, sikap dan pandangan organ non-afiliasi, bahwa West Papua Army harus diberikan posisi tersendiri dan terpisah dalam sidang ini. Ini era revolusi, bukan era demokrasi, tanpa militer, maka sebuah perjuangan pembebasan di abad ini tidak akan pernah berhasil. Tanpa organisasi yang revolusioner, inclusive dan progressive, dengan menempatkan sayap militer sebagai sayap terpenting dalam perjuangan, maka perjuangan politik akan mengalami jalan buntu, karena politik tidak mengenal benar atau salah, akan tetapi kepentingan, dan politik tidak mengenal musuh abadi, setiap saat selalu dinamis dan speculative.

Cukup dengan dua alasan ini, maka kami berpandangan bahwa Konstitusi ULMWP 2020 yang disusul dengan pembentukan Pemerintah ULMWP atau Pemeirntah Sementara ialah jalan terobosan yang formal, legal dan rasional untuk mengatasi yang kami anggap sebagai turbulence yang dialami oleh perjuangan bangsa Papua saat ini. Kami percaya, Konstitusi ULMWP 2020 ini jalan keluar dari kemacetan arus lalulintas komunikasi yang sedang terjadi saat ini.

Yang ketiga, kami tambahkan hal-hal teknis, akan tetapi cukup penting untuk diperhatikan. Kesatu, terpapar jelas dalam keseruruhan energi para pejuang kita bahwa “etika, moralitas dan rasa malu” atas perbuatan yang mencela perjuangan sama-sekali tidak terlihat dalam perjuangan kita. Ada individu atau organisasi dengan mudah keluar-masuk ULMWP tanpa rasa malu atau dengan tidak sopan. Kita bertahan pada posisi sebagai pejuang dan organisasi perjuangan, akan tetapi mencederai etika dan moral sebagai standard peradabaan sebuah bangsa. Tingkat peradaban kita diproyeksikan kepada dunia bahwa kita belum tahu malu.

Kedua, tabiat bangsa Papua sebagai pemberontak pemerintah atau pemimpin atau aturan atau kesepakatan sangat jelas terbawa dalam organisasi dan kepemimpinan kita orang Papua sendiri. Akibatnya apa? Kita bersikap tidak sopan kepada pempimpin kita sendiri. Kita selalu mencari kesalahan tetapi jarang memberikan solusi. Kita selalu melawan keputusan dan pemimpin yang telah kita anggap sebagai pemimpin, dan yang dipandang khalayak umum di dunia sebagai icon perjuangan bangsa Papua. Kita juga selalu berbantah-bantahan dan mengeluarkan sikap yang tidak tertib, tidak tahu adat dan tidak pantas. Kita harus belajar lagi kepantasan dan kepatutan kita dalam berinteraksi dan memperjuangkan aspirasi bangsa kita.

Yang terakhir, West Papua Army berkeyakinan dan karena itu mengundang kita semua agar dengan akal sehat dan mental revolusioner, mempelajari jiwa dari Konstitusi ULMWP 2020 dan mensahkannya. Mengapa demikian? Kami berikan tiga contoh. Kesatu, Konstitusi ULMWP 2020 telah memasukkan semua pihak ke dalam organ perjuangan bangsa Papua, termasuk gereja, adat, organ perjuangan lain dan komando-komando pertahanan, serta yang terpenting mencakup 7 Wilayah Adat Papua, Kaum Perempuan dan Anak, dan segenap makhluk selain makhluk manusia.

Kedua, Konstitusi ULMWP 2020 memformat ULMWP dengan memberikan lebih banyak ruang maneuver kepada pucuk pimpinan, tetapi waktu bersamaan sangat inclusive, di mana Komite Executive menjadi organ yang siap di mata Indonesia dan di mata dunia, ujung tombak yang dikawal oleh Dewan Legislatif dan Dewan Judicatif. Ini format yang, bagi kami, sangat ideal bagi konteks West Papua secara geografis dan bangsa Papua secara social, budaya dan dinamika real-politik.

Terpujilah nama  YHWH: Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus!

“Papua!…… “ “Merdeka!….”

Salute,

Amunggut Tabi, General WPRA
BRN: A.DF 018676

Happy 47th Anniversary Papua New Guinea!

As Papua New Guinea is entering into her 47th anniversary of independence, West Papua Army (western New Guinea Army) hereby would like to say

HAPPY 47th ANNIVERSARY to Papua New Guinea and her peoples

16 September 1975 – 16 September 2022

Let us fight for our remaining colonized land of ours, on the western side of our island, until it is free from Indonesian colonialism.

Then we will all of us who live in our New Guinea Island, will jointly, celebrate our full and complete independence as a people, a country and a land.

Happy Papua New Guinea! Free West Papua! Free Melanesia!

Yours sincerely,

Amunggut Tabi, Gen. WPA 
BRN: A.DF 018676

ANCIENT LORE REVEALS HOW WARRIORS MANIPULATED THEIR ENEMY’S SENSES IN BATTLE

From whistling arrows and trumpeting elephants to battle cries and eerie horns, ancient soldiers used sound to frighten and confuse their enemies.

AS IF THE tumultuous din of battle is not horrendous enough, over the ages, humans have discovered plenty of ways to exploit sound in warfare. I found an astonishing variety of ancient acoustic weapons while researching my book Greek Fire, Poison Arrows, and Scorpion Bombs: Unconventional Warfare in the Ancient World. Deploying sound in war has evolved over millennia, from natural animal sounds and music to today’s advanced sonic devices.

CALLING A JIG AMID BATTLE

In antiquity, cavalry horses were trained to endure the piercing pipe music that led armies to battle. But a clever reversal of this training could spell victory.

In the seventh century B.C., the Kardians of Thrace, who lived in what is now northwest Turkey, were renowned for their cavalry. For entertainment, the mounted soldiers taught their horses to dance to pipes played at drinking parties. Rearing up and pawing the air, the horses kept time to the lively music.

Captured as a boy from Bisaltia in northeastern Greece, a prisoner named Naris heard about the marvelous dancing horses in the Kardian barbershop where he worked. According to the story recounted by the ancient Greek writer Athenaeus, Naris escaped, returned to Bisaltia, and prepared to make war on Kardia.

He had a secret weapon: a piper girl who had also escaped from Kardia. She taught the Bisaltian soldiers songs from Kardian banquets. Naris led his army against the Kardian cavalry and signaled for his pipers to play. Pricking their ears at the familiar tunes, the Kardian horses reared up to dance, throwing off their riders. In the chaos, the Bisaltians crushed the Kardians.

WHEN SQUEALS TERRORIZE LIVING TANKS

Cavalrymen of classical antiquity accustomed their horses to the clash of bronze weapons. But in the fourth century B.C., when Alexander the Great’s successors brought war elephants from India, the animals’ trumpeting threw horses into a frenzy.

Alexander had learned from King Porus during his 326 B.C. Indian campaign that elephants have sensitive hearing and poor eyesight, which makes them averse to unexpected loud, discordant sounds. When Alexander’s scouts reported that elephants were approaching, Porus advised Alexander’s horsemen to grab up pigs and trumpets and ride out to meet them. The shrill sound of the pigs combined with blaring trumpets sent the elephants fleeing.

In 280 B.C., the Romans first encountered war elephants, brought to Italy by Greek King Pyrrhus. The riders in the howdah seats upon their backs created an ear-splitting commotion with drums and clanging spears, causing the Romans and their horses to panic.

But Romans noticed that Pyrrhus’ elephants were unnerved by high-pitched squeals of swine. Like Alexander, the Romans deployed pigs to deflect Pyrrhus’ pachyderms, which contributed to his heavy losses. Later, in 202 B.C., blasts of Roman war trumpets panicked Carthaginian general Hannibal’s war elephants in the Battle of Zama, ending the Second Punic War.

Some commanders tried to obtain an elephant or two to condition their horses before the battle. Perseus of Macedon prepared for a Roman attack with war elephants in 168 B.C. by having artisans build wooden models of elephants on wheels. Pipers inside the huge mock-ups played harsh sounds, acclimating the Macedonian horses to the sight and sound of elephants. But Perseus’ preparations were for naught. Even though the mountainous terrain at the Battle of Pydna got the better of the Romans’ 20 elephants, Rome was victorious.

WAR CRIES AND WAILING WEAPONS

Bloodcurdling war cries are a universal way of striking terror in foes. Maori war chants, the Japanese battle cry “Banzai!” (Long Live the Emperor) in World War II, the Ottomans’ “Vur ha!” (Strike), and the Spanish “Desperta ferro!” (Awaken the iron) are examples. In antiquity, the sound of Greek warriors bellowing “Alala!” while banging swords on bronze shields was likened to hooting owls or a screeching flock of monstrous birds.

The Roman historian Tacitus described the hair-raising effects of the barritus, the war cry of Germanic tribes. The Germans devised a simple technique for intensifying the barritus, which began as a low murmur. The chanting became a roar, then rose to a reverberating crescendo as the men held up their shields in front of their mouths to amplify the thunderous sound.

Another technological invention was the carnyx, the Celtic war trumpet. Romans were awed by the eerie, spine-tingling sounds made by the long bronze tube with a wide bell shaped like the gaping jaws of a fierce dragon, boar, or wolf. The horn’s loud, lugubrious tones “suited the tumult of war,” wrote Diodorus Siculus around 50 B.C. Later, Roman troops used the carnyx themselves.

Another early military sound technology was an arrow that created a fearsome noise. “Whistling” or “screaming” arrows (shaojian) made by the horseback archers of the steppes were described by the Chinese chronicler Sima Qian in about 100 B.C. A small, perforated bone or wood sound chamber — the whistle — was attached to the shaft behind the arrowhead. In battle, the shrieking sound of thousands of whistling arrows terrified enemies and their horses. Screaming arrows have been recovered from archaeological sites in central Asia.

Numerous other technologies to produce booming detonations to disorient and frighten enemies were described in ancient Chinese war manuals. These explosive devices employed gunpowder, invented in China around 850 A.D., reaching Europe about 1250.

SOUND WEAPONS IN THE MODERN ERA

Music was used during World War II to cause stress and anxiety: The Soviet army played Argentine tangos through loudspeakers all night to keep German soldiers awake. U.S. loudspeaker teams blasted deafening rock music (including The Doors, Alice Cooper, and The Clash) day and night during the U.S. siege of Panamanian Gen. Manuel Noriega in 1989. In the 2000s, Americans again deployed aggravating, incessant music in Iraq and Afghanistan.

Sound weapons have their uses off the battlefield, too. Shopping centers have borrowed the idea, broadcasting classical symphonies and frequencies registered only by teenage ears to keep young loiterers away. In 2022, Australian police bombarded anti-COVID-19 vaccine protesters with recordings of Barry Manilow songs on repeat to break up the crowd.

The recent development of weaponized sound energy is more ominous, often intended for civilian crowd control. Military scientists in the United States, Israel, China, and Russia have unveiled “nonlethal” high-decibel and pulsating high- and low-frequency armaments designed to assault the senses. Examples include hand-held or tank-mounted magnetic, acoustic devices, sonic-vibration cannons, and long-range acoustic devices, first used by U.S. forces in Iraq in 2004 and later by police against citizen protests in New York and Missouri.

Since 2016, American diplomats in Cuba, Russia, China, and elsewhere have experienced “Havana syndrome,” associated with mysterious neurological and brain injuries thought to be inflicted by unknown high-powered microwave or targeted sonic energy systems. Sound wave transmitters are not only psychologically toxic but can cause pain and dizziness, burns, irreversible damage to inner ears, and possibly neurological and internal injuries.

Since antiquity, human creativity in weaponizing devastating noise to confuse and overwhelm adversaries has progressed from intimidation to the infliction of physical injury.

This article was originally published on The Conversation by Adrienne Mayor at Stanford University. Read the original article here.

Gen. Tabi Congratulates Chad’s Interim President: Mahamat Idriss Deby

From the Central Defense Headquarters of West Papua Revolutionary Army (WPRA), Gen. Amunggut Tabi expresses

CONGRATULATIONS

to Interim President of Chad

Mahamat Idriss Deby

for your appointment as the Interim President of Chad.

We, from the Western Half of the Isle of New Guinea, from the Nation-State in Waiting: West Papua, send you all best wishes and congratulations.

May your leadership bring about changes for better future of your country and for all Afrikans.

Salute,

Amunggut Tabi, Gen. WPRA
BRN:

West Papua Army Memperingati 1 Desember 2020

Di Markas Pusat Pertahanan (MPP), West Papua Revolutionary Army (WPRA), telah diperingati HUT Manifesto Politik Bangsa Papua, yang adalah tonggak sejarah kebangkitan bangsa Papua, yang disaksikan dan diakui oleh negara kolonial Belanda dan Australia.

Peringati 59 tahun manifesto Politik (1 Desember 1961 – 1 Desember 2020) disertai pengumuman Pemerintahan Sementara (United Liberation Movement for West Papua), menyusul pengesahan UUDS NRWP pada Oktober 2020, maka WPRA mengadakan upacara pengibaran bendera Sang Bintang Kejora pada hari Selasa (1 Desember 2020) di MPP WPRA

Sebagai pemegang Komando West Papua Army, Mathias Wenda, Chief Gen. WPRA memberikan sambutan kepada seluruh pasukan dan kepada para pemimpin ULMWP di seluruh dunia.

.Papua Merdeka! Papua Merdeka! Papua Merdeka! #ULMWP#WestPapuaArmy#WestPapua#Republic_of_WestPapua#FreeWestPapua#Referendum#ReferendumWestPapua

Rakyat Papua di Lapago Tolak Otsus Jilid II dan Tuntut Referendum

West Papua Government

Foto bersama usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Wilayah Lapago, Selasa (17/11/2020) di halaman kantor Dewan Adat Papua Balim. (Onoy Lokobal – SP)

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Seluruh elemen masyarakat asli Papua yang berdomisili di wilayah adat Lapago dengan tegas menolak Otsus Jilid II dan menuntut referendum untuk menentukan nasip sendiri bagi bangsa Papua.

Hal itu mengemuka dalam rapat dengar pendapat (RDP) untuk wilayah Lapago yang dilaksanakan di halaman kantor Dewan Adat Balim, Selasa (17/11/2020) kemarin, dihadiri perwakilan seluruh elemen masyarakat yang ada di wilayah adat Lapago.

“Berdasarkan hasil RDP yang diadakan di wilayah Lapago, seluruh elemen masyarakat dengan tegas menolak Otsus Jilid II dan minta referendum bagi bangsa Papua,” ujar Dominikus Surabut, ketua Dewan Adat Papua (DAP), usai memimpin kegiatan RDP.

“Semua sudah nyatakan sikap tegas, tolak Otsus jilid II dan minta referendum,” ujarnya lagi kepada wartawan di Wamena.

Suksesnya kegiatan ini, kata Surabut, berdasarkan mandat dari MRP untuk…

View original post 524 more words

ULMWP Tetapkan Konstitusi Sementara West Papua

West Papua Government

dailypost.vu, 27 Oktober 2020 [Adorina Massing]

United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) telah meningkatkan Anggaran Rumah Tangga ke status Konstitusional Sementara, menuju jalan untuk mencapai referendum dan kemerdekaan dari pemerintahan kolonial.

Ketua ULMWP Mr.Benny Wenda telah menulis pernyataan yang melaporkan keputusan yang dibuat dari sidang tahunan ketiga Kongres Dewan Legislatif pada 14-17 Oktober di Papua Barat, dan keputusan Dewan Legislatif untuk menetapkan Konstitusi Sementara yang mengikat untuk Papua Barat.

“UUD Sementara memastikan bahwa ULMWP diatur oleh aturan dan norma demokrasi, hak asasi manusia, dan penentuan nasib sendiri. Setiap unsur UUD Sementara ini demokratis, ”tulisnya.

“Setiap elemen dirancang untuk melindungi budaya, identitas, dan cara hidup kami.

“Ini menunjukkan jalan menuju impian kami untuk menciptakan Negara Hijau pertama di dunia, di mana setiap agama dan makhluk hidup dilindungi oleh hukum.

“Kami telah belajar dari dunia tentang perlunya melindungi dan membangun pendidikan, perawatan kesehatan dan energi terbarukan, untuk membela hak-hak migran Indonesia…

View original post 181 more words

Mengempuni dan Mendoakan Orang Indonesia Adalah Perintah Allah untuk Orang Kristen

Pada saat Angkatan Bersenjata Papua Merdeka atau West Papua Army berbicara tentang “pengampunan” dan doa untuk pengampunan bagi orang-orang yang membenci dan merencanakan serta melakukan kejajahtan terhadap bangsa Papua, maka tentu saja bisa menimbulkan penafsiran bahwa kita mengampuni Indonesia atas semua hal yang dia lakukan selama ini di Tanah Papua, atas diri dan nyawa bangsa Papua.

BUKAN BEGITU!

Amunggut Tabi, Gen. WPRA mengatakan,

Ini adalah strategi peperangan Rohani, karna kita tidak hanya berperang secara jasmani, tetapi terutama kita berperang secara rohani, untuk memenangkan hati Allah, karena Tuhan hanya berpihak kepada KEBENARAN, dan yang dimaksud “KEBENARAN” di sini ialah KEBENARAN DIA sendiri, bukan kebenaran saya, apalagi kebenadan Anda.

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,” *Yohanes 4:16a”, di sini Alkitab TIDAK mengatakan “Karena begitu besar kasih Allah akan orang Kristen”. Apalagi Alkitab tidak mengatakan, “Karena begitu besar kasih Allah akan orang Papua”. Sama sekali tidak!

Allah mengasihi semua orang, orang Papua, Indonesia, orang Kristen, orang Islam, orang Ibrani, orang Yunani, orang hitam-putih, orang timur-barat orang utara-selatan, orang Melayu, orang Melanesia. Semuanya

Pada saat kita berdoa, mengeluh tentang penjajahan Indonesia atas tanah Papua, mengeluh dan mengundang Allah untuk turun tangan membantu dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM dan berbagai hal lain, kita harus tahu bahwa pertama-tama kita harus berbicara atas dasar kasih.

Kasih harus menjadi alasan, dasar, titik-tolak, dan sebab daripada doa kita. Bukan kebencian. Bukan denndam. Bukan kepahitan. Bukan….., bukan….

Kasih…. Kasih…. dan Kasih…. harus menjadi dasar.

Kasih kita harus kita buktikan dengan pertama-tama mengampuni. Setelah kita mengampuni, maka kedua kita doakan. Setelah kita doakan maka terakhir kita lupakan.

Setelah itu baru kita datang kepada Allah, menyampaikan petisi kita kepada-Nya, dengan tulus, dengan terus-terang, dengan berani, dan menuntut Tuhan berperkara.

Matius 5:24 TB

tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.TB: Alkitab Terjemahan Baru

https://www.bible.com/id/bible/306/MAT.5.24.TB

Amunggut Tabi, Gen. WPA: 1 Desember Hari Kebangkitan Nasional Papua 01

Dr. Jack Wanggai menulis di status halaman Facebook sebagai berikut

REMEMBER!History that we must straighten for the nation’s generation today.December 1st is NOT Independence day for Melanesian Papuans

Artinya: Ingat! Sejarah harus diluruskan untuk generasi bangsa hari ini. Tanggal 1 Desember BUKAN hari kemerdekaan untuk orang Melanesia Papua.

Amunggut Tabi, General WPA ketika ditanya di MPP TRWP mengatakan bahwa selama ini telah terjadi kekeliruan fatal di antara bangsa Papua, yang disebabkan pertama-tama oleh kolonial Indonesia, dan kedua karena orang Papua sendiri tidak sekolah baik, maka mudah dimanipulasi.

Karena dua alasan ini, maka bangsa Papua telah diajarkan bahwa 1 Desember 1961 adalah Hari Proklamasi Kemerdekaan Papua. Dalam hal ini secara konseptual dua kesalahan. Atau bisa dikatakan juga dua kebodohan.

Kesalahan atau kebodohan pertama, karena kita menyebut hari proklamasi tetapi tanpa Teks Proklamasi adalah sebuah kesalahan fatal atau kebodohan yang patut kita tertawai diri sendiri. Jadi, dengan demikian, kita bisa menertawakan diri sendiri dengan mudah bahwa kita sudah salah menganggap suatu hari tanpa teks proklamasi kita pandang sebagai HUT kemerdekaan

Kesalahan atau kebodohan kedua karena wacana 1 Desember HUT Proklamasi ini dikeluarkan oleh NKRI sendiri, bukan oleh para pejuang Papua Merdeka. Ini murni gagasan NKRI yang dikeluarkan lewat FOREGI – PDP, yaitu dua organisasi bentukan NKRI sendiri.

Bangsa Papua memang dasar tidak tahu diri secara jelas. Mudah ditipu, muda tertipu dan juga mudah percaya. Dibilang iblis itu baik, orang Papua bisa percaya. Dibilang “kata revolusi itu komunis punya”, orang Papua juga percaya. Dibilang “Papua harus baku-bunuh baru merdeka”, orang Papua juga masih saja percaya.

Jadi, singkatnya, menurut Dr. Benny Giay, bangsa Papua memang memenuhi syarat untuk dijajah.

Blog at WordPress.com.

Up ↑

Design a site like this with WordPress.com
Get started